Kejutan Liburan di Bali: Dompet Suami Aktris Korea Selatan Raib dalam Aksi Sindikat Internasional Ternyata, pengalaman liburan aktris Korea Selatan Jeon Hye Bin di Bali berujung pada kejadian tak terduga yang membuat seluruh keluarga terkejut. Saat sedang menikmati liburan bersama keluarga di Kecamatan Ubud, Bali, pada 1 Oktober lalu, ia dan suaminya justru jadi korban aksi pencurian yang terencana rapi. Kejutan terbesar? Pelaku tidak hanya berasal dari dalam negeri, tapi juga melibatkan warga negara asing dari Tiongkok dan Mongolia. “Betul, suami dari artis Korea yang menjadi salah satu korban,” kata Kapolres Gianyar AKBP Chandra C. Kesuma, Rabu (3/12/2025). Tapi, apa yang terjadi di balik kejadian itu? Ada cerita lebih dalam yang tak terungkap. Dari Tas Selempang ke Dompet yang Raib: Kecurangan yang Terencana Nah, siapa sangka sebuah liburan yang seharusnya penuh kebahagiaan bisa berubah menjadi kejadian kriminal yang mengguncang. Jeon Hye Bin dan keluarganya sedang menikmati keindahan Ubud, Bali, saat tiba-tiba satu dari mereka jadi korban pencurian. Dompet suaminya hilang, membuat kerugian mencapai Rp132 juta. Tapi, ini bukan sekadar kehilangan barang—ini adalah bagian dari skenario yang disusun dengan matang oleh sebuah sindikat yang mengira mereka sedang menyelinap dalam kehidupan biasa. “Mereka menargetkan korban yang memakai tas selempang atau yang di belakang. Tas dibuka, diambil dompetnya. Kemudian, kartu kredit digesek di mesin EDC untuk dikirim ke rekening luar negeri. Terdeteksi terkirim ke Uganda. Ada juga yang dikirim ke Indonesia,” Komentar Kapolres Gianyar tersebut mengungkap cara pelaku mengelabui korban dan mempercepat proses pencairan dana. Meski terjadi di Bali, aksi ini terasa sangat internasional—baik dari perencanaan hingga penyaluran uang. Ternyata, mesin EDC yang digunakan justru menjadi alat utama dalam menyembunyikan tindakan kriminal mereka. Tak hanya mencuri, mereka juga mengambil keuntungan finansial dengan mengirimkan uang ke luar negeri, membuka kisah korupsi yang jauh dari dugaan. Sindikat Terorganisir: Orang Indonesia dan Asing Berperan Bersama Yang menarik, sindikat ini terdiri dari 10 orang yang memiliki peran berbeda. Empat di antaranya adalah warga Indonesia dengan inisial PT, IKPS, HL, dan JW, yang bertugas sebagai penyedia alat elektronik. Sementara empat warga Mongolia, inisial MK, SA, SD, dan GZ, menjadi eksekutor yang bertindak langsung di lapangan. Dua warga Tiongkok, JWW dan TW HUA, bahkan memiliki peran sebagai perekrut yang mengatur seluruh operasi. Menurut Kesuma, keberhasilan polisi dalam mengungkap kasus ini berkat keterlibatan tim penyidik yang tekun. Meski sebelumnya hanya menyebutkan kejadian pencurian, kini terungkap bahwa tindakan itu justru terkait dengan sistem pengiriman dana yang terstruktur. Ternyata, Bali bukan hanya destinasi wisata—tapi juga tempat pemerintah menangkap jejak tindak kriminal lintas batas. Kesimpulan dari kejadian ini: Tidak semua kehilangan barang di Bali bersifat kebetulan. Dibalik kejutan kecil, ada kisah besar tentang kerja sama antar negara dalam mencari korban yang mudah dijangkau. Jadi, liburan ke Bali mungkin jadi momen terbaik, tapi juga bisa jadi waktu terbaik untuk menghadapi skenario kriminal yang tak terduga. Itu yang membuat setiap orang harus lebih waspada, terutama saat berada di tempat-tempat ramai dengan sasaran yang tepat.
Menghadapi Tantangan: 50 Warga yang Sempat Terjebak di Hutan Saat B…
Banjir Tapanuli Tengah: Kisah Pahlawan Lautan dalam Hutan Kamis lalu, langit Sumatera Utara ditaklukkan oleh derasnya hujan yang tak kunjung berhenti. Kabupaten Tapanuli Tengah, yang biasanya terlihat hijau dan tenang, tiba-tiba berubah menjadi wilayah terisolasi. Banjir yang melanda daerah itu menenggelamkan puluhan rumah dan mengubur harapan puluhan warga di dalam hutan. Namun, dalam kekacauan itu, ada kisah keberanian yang tak terlupakan—cerita tentang seorang adik perempuan yang rela menyelam ke dalam air deras demi menyelamatkan keluarganya. Dari Terjebak hingga Berhasil Menyelamatkan Diri Kelompok warga yang terjebak di tengah hutan ternyata tak menunggu bantuan dari luar. Rosmawati Zebuah, seorang perempuan berusia 30 tahun, ceritanya menggambarkan situasi yang memaksa mereka memutuskan langkah mandiri. “Sudah (evakuasi), nggak ada (dibantu Basarnas atau BPBD),” ujarnya. Ternyata, setelah dua hari mengasingkan diri di tengah hutan yang lembap dan gelap, mereka akhirnya bisa melangkah ke luar—tanpa adanya tim penyelamat yang menghampiri. “Mereka keluarnya itu hari Kamis katanya adik saya, baru bisa komunikasi dengan saya hari Minggu, adik saya nyari jaringan ke Pandan,” Kata-kata Rosmawati menggambarkan kerja keras dan ketekunan yang dilakukan oleh keluarganya. Saat banjir masih menghiasi pemandangan, adik laki-lakinya yang berusia 25 tahun memutuskan untuk memecah keadaan darurat dengan aksi nekat. Dia rela berenang menyeberangi sungai yang airnya masih tinggi, mempertaruhkan nyawa demi menyelamatkan saudara-saudaranya. Pertanyaannya, bagaimana bisa seorang pemuda muda melakukan hal semacam itu dalam kondisi kritis? Kisah Berenang ke Huta Bolon: Tanggung Jawab yang Tak Terduga Aksi adik Rosmawati bukanlah keputusan sembarangan. Setelah melihat kondisi warga yang telah kelaparan dan kelelahan, dia memilih untuk bergerak cepat. Tukka, Kecamatan di mana mereka terjebak, menjadi titik awal dari perjalanan panjang menuju Huta Bolon. Di sana, adiknya bertemu dengan beberapa keluarga lain yang juga terjebak, lalu membantu membangun jalan kembali ke dunia luar. “Jika tidak ada yang membantu, kita bisa saja mati di sini,” tambah Rosmawati, yang masih terdiam di balik layar. Kisah ini menyoroti bagaimana banjir bukan hanya menghancurkan bangunan, tapi juga menguji kekuatan mental manusia. Dalam situasi darurat, komunitas lokal seringkali menjadi pahlawan pertama. Namun, apa yang membuat seorang pemuda rela menyusuri sungai deras tanpa alat bantu? Jawabannya terletak pada kepedulian, persatuan, dan semangat hidup yang tak pernah padam. Konteks Luas: BNPB Catat 774 Korban Meninggal dan 551 Hilang Bukan hanya kejadian kecil, banjir di Tapanuli Tengah menjadi bagian dari skala bencana besar yang mengguncang Sumatera Utara. Menurut data terbaru dari BNPB, total korban yang meninggal mencapai 774 orang, sementara 551 orang masih hilang. Angka-angka itu seperti kisah bermuara dari peristiwa-peristiwa kecil seperti yang dialami Rosmawati dan keluarganya. Dalam tengah chaos, kisah evakuasi mandiri mereka menjadi tanda harapan bahwa ada cahaya di ujung terowongan. Yang menarik, Dubes Belanda pun turut menyampaikan belasungkawa untuk korban bencana alam di Sumatera. Hal ini menunjukkan bagaimana bencana alam bisa membangun kebersamaan lintas batas. Dalam dunia yang semakin sering dihantam oleh bencana, kisah-kisah seperti ini menjadi bukti bahwa manusia tak pernah menyerah—meski harus berjuang di tengah badai.



