Table of Contents
ToggleBencana Alam yang Melanda Sumut: Rahasia Kayu Gelondongan di Balik Kekacauan Aliran Sungai
Bencana alam yang melanda Sumut beberapa hari lalu belum berakhir. Di tengah perjalanan pemulihan, masyarakat di Tapanuli Utara masih berada dalam keadaan terpuruk, terutama di Kecamatan Garoga. Nah, ada hal yang menarik dari kekacauan aliran Sungai Garoga—kayu gelondongan yang mengalir deras, justru jadi bukti pertama dari sebuah misteri besar. Ternyata, bahan-bahan ini bukan hanya dari pohon tumbang alami, tapi juga melibatkan kegiatan manusia yang mungkin tidak disadari.
Kayu Gelondongan: Tanda Tangan Alami atau Rekayasa Manusia?
Sebelumnya, masyarakat mengira banjir bandang yang menerjang adalah akibat hujan deras dan longsor. Tapi, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menemukan fakta yang lebih dalam. Dia mengatakan bahwa material kayu yang membanjiri sungai tidak sepenuhnya berasal dari alam.
“Kami memastikan bahwa material kayu yang memenuhi aliran sungai bukan berasal dari hulu Batang Toru,”
jelas Hanif dalam wawancara dengan Antara. Ini membuka pertanyaan retoris: Apakah ini hanya kebetulan, atau ada yang sengaja memperparah situasi?
“Jika nantinya ditemukan ada pihak yang sengaja membuang atau membiarkan material kayu memasuki aliran sungai hingga menambah risiko banjir, maka tindakan hukum termasuk pidana akan segera kami terapkan,”
ujarnya.
Analisis ini justru memperlihatkan bagaimana kekuasaan alam bisa diubah menjadi ancaman. Tidak hanya mengganggu akses warga, kayu gelondongan juga mengubah pola aliran sungai, memicu risiko banjir yang lebih besar. Hasil pengecekan awal, menurut Hanif, menunjukkan bahwa ada kombinasi antara alam dan aktivitas manusia. Ini seperti melihat tanda-tanda kehancuran yang tersembunyi di balik keindahan alam.
Tim Kajian: Menelusuri Jejak Kayu yang
“Tidak Alami”
“Tidak Alami”
Pemeriksaan di Garoga bukan sekadar sekilas. Tim kajian lingkungan yang terdiri dari ahli, akademisi, dan auditor KLH/BPLH mulai menggali lebih jauh. Mereka ingin mengetahui dari mana material kayu berasal, bagaimana cara masuknya ke badan sungai, dan apakah ada pelanggaran pemanfaatan ruang.
“Temuan lapangan akan dikaji lebih lanjut,”
tegas Hanif, menunjukkan bahwa ini bukan sekadar kejadian, tapi sebuah tindakan yang terencana.
“Penanganan bencana ini harus dimulai dari fakta di lapangan dan kajian lingkungan yang akurat.”
Kutipan itu menegaskan bahwa penelusuran ini bukan hanya untuk melacak penyebab, tapi juga untuk melindungi masa depan. Jika ada bukti bahwa kayu-kayu itu masuk ke sungai secara sengaja—misalnya melalui pengelolaan hulu DAS yang buruk—maka hukum akan menjadi alat penegak keadilan. Ini jadi tanda bahwa bencana bisa juga jadi
“krisis tersembunyi”
yang mengancam kelestarian lingkungan.
Sementara Aktivitas: Empat Perusahaan Terjebak dalam Pemeriksaan
Dalam upaya pencegahan, Menteri Hanif tidak hanya fokus pada pohon tumbang, tapi juga kegiatan usaha yang bisa memperburuk kondisi. Sebagai bagian dari respons darurat, tiga perusahaan diduga menjadi penyebab banjir langsung diberhentikan sementara. Kini, jumlahnya bertambah menjadi empat setelah satu perusahaan lain ditambahkan ke daftar.
“Penghentian sementara ini ditujukan untuk mencegah aktivitas yang merusak lingkungan dan keselamatan warga,”
katanya.
Dengan memeriksa setiap butir kayu, pemerintah mencoba menggali akar masalah. Ternyata, dalam kekacauan alam, manusia bisa jadi bagian dari cerita yang tidak menyenangkan. Apakah ini hanya kebetulan, atau bagian dari pengelolaan sumber daya yang kurang bijak? Mungkin, jawabannya tersembunyi di dalam setiap pohon yang tumbang dan kayu yang terseret. Tak hanya mengenai bencana saat ini, tapi juga masa depan wilayah yang mungkin terancam.



