Table of Contents
ToggleBentrok di Tengah Hutan Tambang: Konflik WNA China dan Prajurit TNI yang Mengguncang Kalimantan Barat
Apakah Anda pernah membayangkan bentrok antara warga negara asing dan prajurit TNI bisa terjadi di tengah hutan tambang? Sebuah konflik yang mengejutkan dan memicu gelombang kecaman terjadi di Kecamatan Tumbang Titi, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, pada Minggu (14/12/2025). Puluhan WNA asal China terlibat dalam peristiwa ini, yang berawal dari kecil namun berkembang menjadi dramatis. Nah, apa yang menyebabkan perbedaan pendapat antara mereka dan aparat TNI?
Polda Kalbar Berkomitmen pada Keadilan Hukum
Kepolisian Daerah Kalimantan Barat, melalui Kepala Polda Irjen Pol Pipit Rismanto, menegaskan bahwa penanganan dugaan bentrok tersebut dijalankan secara profesional dan objektif.
“Masalah WNA itu sudah ditangani Imigrasi. Silakan ditanyakan langsung ke pihak Imigrasi,”
kata Pipit kepada wartawan, Jumat (19/12/2025). Tak hanya itu, ia juga menegaskan bahwa penegakan hukum tidak memandang status atau kewarganegaraan pihak yang terlibat. Pernyataan ini membuka ruang bagi masyarakat untuk melihat bahwa keadilan hukum bisa dicapai meski melibatkan luar negeri.
“Penegakan hukum dilakukan secara transparan tanpa memandang status maupun kewarganegaraan pihak yang terlibat,”
Komentar Pipit mengingatkan kita bahwa hukum adalah alat yang bisa mengendalikan konflik, terlepas dari siapa yang terlibat. Namun, pertanyaannya adalah: apakah proses ini benar-benar adil, atau ada tekanan tertentu yang mengarah pada penyelesaian kasus ini? Konflik di tambang PT Sultan Rafli Mandiri (SRM) tidak hanya memicu kegundahan, tetapi juga menjadi cerminan dari dinamika hubungan antara warga asing dan masyarakat lokal.
Konflik Klaim Perusahaan: Dua Kubu yang Tergores
Dalam internal PT SRM, muncul dua kubu manajemen yang saling berselisih. Versi Li Changjin mengklaim bahwa rapat umum pemegang saham (RUPS) pada Juli 2025 telah mengesahkan direksi baru, sementara versi Firman menganggap klaim tersebut tidak sah. Konflik ini memicu ketegangan yang semakin memanas, hingga akhirnya memperdaya peristiwa bentrok di lokasi tambang. Ternyata, kecilnya sebuah pertikaian klaim bisa meledak menjadi kericuhan yang mengakibatkan kerusakan properti dan perangkap fisik.
“Kutipan langsung dari sumber terkait konflik klaim perusahaan,”
Analisis menarik muncul dari penyebab konflik tersebut. Dua kubu yang berbeda kepentingan, terkadang bisa melupakan kesepakatan untuk memperjuangkan hak mereka. Apakah kehadiran WNA di tambang emas ini memberi dampak signifikan pada hubungan sosial lokal? Mungkin, ini adalah cerita tentang bagaimana klaim kecil bisa berubah menjadi krisis besar.
Korban dan Dampak: Dua Kebutuhan yang Tidak Terpenuhi
Insiden yang berlangsung sekitar pukul 15.40 WIB itu mengakibatkan satu unit mobil dan sepeda motor rusak. Selain itu, 29 WNA China diamankan oleh Imigrasi. Menurut laporan, dalam peristiwa itu, senjata tajam, airsoft gun, dan alat setrum digunakan. TNI mengklaim bahwa mereka menerima laporan adanya drone tak dikenal, lalu melakukan klarifikasi yang berujung pada penyerangan.
Konflik ini juga menimbulkan pertanyaan tentang pengawasan keamanan di area tambang. Apakah penggunaan drone oleh WNA benar-benar ilegal, atau mungkin ada ketidakpahaman yang menyebabkan miskomunikasi? Kebutuhan transparansi dan kesadaran akan risiko keberadaan WNA di lokasi kerja menjadi topik penting yang perlu diperhatikan pihak terkait.
Menutup cerita ini, bentrok di tambang emas Ketapang adalah bukti bahwa konflik bisa terjadi kapan saja, terlepas dari seberapa profesional atau objektif instansi yang menangani. Fakta bahwa WNA dan TNI sama-sama bisa terlibat dalam insiden ini mengingatkan kita untuk terus memperkuat komunikasi dan kesepahaman dalam menjaga stabilitas di Kalimantan Barat. Siapa pun yang terlibat, hukum tetap menjadi penyelesaian terakhir, bukan alat untuk menutupi masalah yang lebih dalam.



